https://jombang.times.co.id/
Opini

Jejak KH. Hasyim Asy'ari di Balik Musibah Al Khoziny Buduran

Senin, 06 Oktober 2025 - 20:39
Jejak KH. Hasyim Asy'ari di Balik Musibah Al Khoziny Buduran H. M. Ali Shodiqin, ST., M.MT., Ketua Yayasan Pendidikan Islam Hasyim Asy‘ari Kediri dan Alumni Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

TIMES JOMBANG, JOMBANG – Tanggal 29 September 2025 menjadi hari yang menorehkan duka sekaligus cahaya bagi umat. Sore itu, ketika lantunan ayat suci menggema di ruang utama Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran, para santri tengah menunaikan shalat Asar berjamaah. Namun di tengah rakaat kedua, bumi seolah ikut berzikir dengan cara yang getir. 

Dinding berderak, tiang penopang roboh, dan dalam sekejap, bangunan tempat para santri bersujud itu runtuh. Suasana sakral berubah menjadi jeritan dan debu, tapi dari dalam reruntuhan, masih terdengar lantunan doa dan shalawat yang lirih, tanda iman belum mati di tengah puing-puing dunia.

Hingga sepekan kemudian, laporan resmi BASARNAS mencatat 54 santri wafat, 104 luka-luka, dan 10 lainnya belum ditemukan. Namun di balik angka itu, tersimpan kisah iman yang tak terhitung. Para penyintas menceritakan bagaimana mereka bertahan hidup dua hingga tiga hari di bawah reruntuhan hanya dengan kekuatan doa. 

Mereka tak lagi berdaya secara jasad, tapi mereka tetap teguh secara ruhani. Dalam gelap, dalam sempitnya ruang, mereka yakin bahwa Allah bersama mereka. Musibah itu menyingkapkan betapa kuatnya iman yang telah tertanam dalam dada santri-santri muda iman yang menjadi warisan para ulama besar di balik sejarah pesantren ini.

Al Khoziny Buduran bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi taman ilmu yang berakar dari jejak ulama besar, KH. Khozin Khoiruddin. Nama beliau bukan hanya disematkan, tapi menjadi ruh pesantren itu sendiri. KH. Khozin adalah menantu KH. Ya‘qub Siwalan Panji, mursyid besar yang melahirkan banyak wali dan ulama agung Nusantara. 

Dari tangan KH. Ya‘qub lahir generasi yang menghidupkan Islam di bumi Jawa, di antaranya KH. Hasyim Asy‘ari pendiri Tebuireng dan KH. Wahab Hasbullah, peletak dasar pergerakan kebangsaan di tubuh Nahdlatul Ulama. Maka tak berlebihan bila dikatakan bahwa Al Khoziny Buduran mewarisi bukan hanya sanad ilmu, tetapi juga sanad keikhlasan, sanad perjuangan, dan sanad keteguhan dalam menghadapi takdir.

Dalam sejarahnya, KH. Ya‘qub memiliki dua menantu istimewa: KH. Hasyim Asy‘ari dan KH. Khozin Khoiruddin. Dua nama besar ini bukan sekadar santri, melainkan pengemban wasiat keilmuan dan spiritualitas yang sama. Keduanya menimba ilmu hingga ke Tanah Suci Mekkah, menghidupkan malam dengan ibadah dan mengikat diri dengan cita-cita besar: membawa cahaya ilmu ke tanah air. 

Takdir Ilahi mempertemukan mereka dengan ujian yang hampir serupa. KH. Hasyim kehilangan istrinya, Nyai Khadijah putri KH. Ya‘qub yang wafat di Mekkah saat melahirkan anak pertama mereka. Sementara istri KH. Khozin juga berpulang di tanah suci. Dua menantu, dua istri ulama besar, dua kisah kehilangan di tempat yang sama, menjadi simbol pengabdian tanpa pamrih bagi ilmu dan agama.

Dari garis sejarah itulah kita melihat bahwa musibah bukanlah akhir, melainkan bagian dari kesinambungan takdir para ulama. Ketika Al Khoziny Buduran hari ini diguncang bencana, seolah sejarah spiritual itu berulang dalam bentuk lain ujian iman yang berbeda zaman, tapi serupa maknanya. 

Dulu, para ulama diuji dengan kehilangan. Kini, para santri diuji dengan kesabaran. Namun di antara keduanya, selalu ada satu benang merah yang tak putus. Keteguhan iman dan ketulusan menerima kehendak Allah.

Musibah ini menyentuh kesadaran kolektif kita bahwa pondok pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu, tapi juga ruang pembentukan jiwa. Santri-santri yang wafat dalam sujud bukan sekadar korban, melainkan syuhada yang dipanggil dalam keadaan paling mulia. Mereka tidak mati, melainkan berpindah ke alam yang lebih damai. 

Dalam tradisi pesantren, sujud adalah simbol ketundukan total kepada Allah. Maka, wafat dalam sujud berarti berpulang dalam kesempurnaan penghambaan. Inilah musibah yang bukan sekadar duka, tetapi juga pelajaran spiritual bagi umat bahwa di balik kehilangan, Allah sedang mengajarkan makna keteguhan.

Tragedi Al Khoziny Buduran seharusnya menjadi cermin bagi bangsa ini. Di tengah gempuran modernitas, pesantren tetap menjadi benteng moral dan spiritual yang melahirkan generasi kuat lahir-batin. Dari sana lahir para pendidik, ulama, pemimpin masyarakat, dan penjaga nilai-nilai luhur bangsa. Namun kita sering lupa menghormati akar peradaban itu. 

Ketika dunia sibuk membangun gedung tinggi, pesantren justru membangun manusia. Ketika sistem pendidikan umum sibuk mengejar prestasi akademik, pesantren menanamkan keikhlasan, kesabaran, dan cinta ilmu yang menjadi fondasi peradaban.

Kini, reruntuhan bangunan Al Khoziny Buduran bukan hanya puing fisik, melainkan simbol panggilan kesadaran. Bahwa ilmu dan iman harus terus dipelihara. Bahwa bangsa ini tak boleh kehilangan orientasi spiritual yang diwariskan oleh para ulama besar seperti KH. Hasyim Asy‘ari dan KH. Khozin Khoiruddin. Dari keduanya kita belajar bahwa perjuangan tidak berhenti pada hidup, dan kematian bukan akhir dari pengabdian.

Musibah ini menampar kita dengan lembut, mengingatkan bahwa ilmu sejati lahir dari kesabaran dan keikhlasan. Sebagaimana KH. Hasyim Asy‘ari mengajarkan, “Ilmu tanpa adab adalah kesesatan, amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan.” 

Maka, dari peristiwa ini kita belajar kembali makna adab kepada Allah, kepada guru, kepada ilmu, dan kepada kehidupan itu sendiri. Dari reruntuhan dunia, Allah menumbuhkan taman surga. Dari air mata manusia, Allah menumbuhkan rahmat dan iman yang tak akan pernah padam. 

Pondok Al Khoziny Buduran mungkin terluka, tetapi ruh pesantrennya akan terus hidup karena di sanalah jejak para wali dan ulama masih menuntun generasi dengan cahaya yang tak akan padam oleh bencana apa pun.

***

*) Oleh : H. M. Ali Shodiqin, ST., M.MT., Ketua Yayasan Pendidikan Islam Hasyim Asy‘ari Kediri dan Alumni Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jombang just now

Welcome to TIMES Jombang

TIMES Jombang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.