TIMES JOMBANG, JOMBANG – Setelah durian bido sempat menjadi buah kebanggaan Wonosalam, kini giliran Matoa (Pometia pinnata) yang mencuri panggung. Musim panen tahun 2025 menjadi momen istimewa bagi para petani buah Matoa di kawasan lereng Gunung Anjasmoro, Kabupaten Jombang.
Buah tropis asal Papua itu kini tumbuh subur dan memberikan hasil panen yang melimpah, bahkan dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Di antara kebun rindang di Dusun Pucangrejo, Desa Wonosalam, tampak deretan pohon matoa dengan buah menggantung lebat di setiap rantingnya.
Senyum mengembang di wajah Heri Susanto (45), salah satu petani setempat yang tengah memanen hasil kerja kerasnya selama berbulan-bulan.
“Kalau dulu cuma dapat sekitar lima kuintal, tahun ini bisa sampai satu ton. Alhamdulillah, hasilnya luar biasa,” ujarnya kepada TIMES Indonesia, Kamis (13/11/2025).
Panen 200 Kilogram Per Pohon
Menurut Heri, tahun ini cuaca sangat bersahabat bagi tanaman matoa. Curah hujan yang tidak terlalu tinggi, dipadukan dengan sinar matahari yang cukup, membuat proses pembungaan dan pematangan buah berjalan sempurna.
“Satu pohon sekarang bisa menghasilkan lebih dari 200 kilogram. Tahun kemarin paling banyak 100 kilo. Ini rezeki besar,” tuturnya.

Untuk menjaga kualitas buah, para petani di Wonosalam kini menerapkan teknik pembungkusan buah dengan jaring. Metode sederhana ini terbukti efektif melindungi matoa dari serangan hewan serta menjaga tampilan buah tetap mulus hingga masa panen tiba.
Matoa Wonosalam kini menjadi incaran pembeli, baik dari dalam maupun luar daerah. Harga jualnya pun cukup menggiurkan, berkisar antara Rp 20 ribu hingga Rp 35 ribu per kilogram, tergantung ukuran dan kualitas buah.
“Matoa super bisa sampai tiga puluh lima ribu per kilo. Kalau yang biasa mulai dua puluh ribu,” jelas Heri.
Buah hasil panen Wonosalam kini tak hanya memenuhi pasar lokal. Pembeli dari Surabaya, Sidoarjo, hingga Jakarta ikut memesan langsung dari kebun, terutama saat puncak panen pada bulan November hingga Desember.
Dalam perawatan, Heri dan petani lainnya tetap mengandalkan pupuk organik untuk menjaga kesuburan tanah. Perawatan rutin menjadi kunci agar pohon tetap produktif dan berbuah lebat.
“Kalau musim panas panjang, tanaman bisa stres. Jadi pemupukan harus teratur dan tanah dijaga lembap,” katanya.
Ikon Baru Wonosalam
Jenis matoa yang dibudidayakan mayoritas adalah Matoa Kelapa, varietas unggulan yang dikenal memiliki rasa manis legit dan aroma khas perpaduan antara rambutan, leci, dan durian.
Keunikan rasa buah matoa membuat banyak wisatawan penasaran. Salah satunya Sania Nur Aini (23), wisatawan asal Kediri, yang mengaku baru pertama kali mencicipi matoa langsung dari kebunnya.
“Rasanya unik banget, mirip rambutan tapi lebih legit dan wangi seperti durian. Saya langsung beli beberapa kilo buat oleh-oleh,” ujarnya sambil tertawa.
Dengan hasil panen yang meningkat dan pasar yang terus meluas, para petani Wonosalam kini optimistis bahwa matoa akan menjadi komoditas andalan baru setelah durian bido yang lebih dulu populer.
Selain bernilai ekonomi tinggi, buah ini juga menjadi daya tarik wisata agro yang menambah warna bagi kawasan pegunungan yang sejuk itu.
“Semoga matoa bisa jadi ikon baru Wonosalam. Dari sini, hasil bumi kita makin dikenal dan menyejahterakan petani,” kata Heri.
Matoa, Buah Tropis dengan Tiga Rasa dalam Satu Gigitan
Buah matoa dikenal unik karena menawarkan perpaduan tiga sensasi rasa dalam satu gigitan. Ketika pertama kali digigit, daging buahnya memberikan rasa manis mirip lengkeng, kemudian muncul sedikit asam segar seperti rambutan, dan diakhiri dengan aroma harum yang mengingatkan pada durian.
Kombinasi rasa dan aroma itulah yang membuat matoa sering dijuluki sebagai “tiga keajaiban dalam satu buah”.
Tanaman matoa tumbuh subur di kawasan tropis seperti Asia Tenggara, Asia Selatan, hingga wilayah Melanesia. Pohonnya berukuran besar, dapat mencapai tinggi sekitar 18 meter dengan diameter batang hingga satu meter.
Dalam kondisi alam yang ideal, pohon matoa biasanya berbuah sekali dalam setahun, menghasilkan buah berkulit tipis berwarna hijau kecokelatan hingga merah keunguan saat matang. (*)
| Pewarta | : Rohmadi |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |