TIMES JOMBANG, JOMBANG – Di tengah rutinitas sebagai Kepala Dusun Budug, Desa Sidokerto, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Sugiana membuktikan bahwa semangat belajar tak pernah mengenal batas usia maupun jabatan.
Pada Oktober 2025 ini, pria kelahiran Jombang, 10 September 1980 itu resmi menyandang gelar Sarjana Hukum dari Universitas Darul Ulum (UNDAR) Jombang.
Dalam karya ilmiahnya yang berjudul “Problematika Pembagian Harta Waris di Desa Sidokerto Kecamatan Mojowarno Jombang”, Sugiana mengangkat persoalan nyata yang sering muncul di masyarakat pedesaan, konflik keluarga akibat kurangnya pemahaman terhadap hukum waris.
“Saya ingin memahami hukum agar bisa membantu masyarakat menyelesaikan masalah dengan cara yang benar, khususnya soal pembagian waris yang sering menimbulkan perselisihan,” tutur Sugiana kepada TIMES Indonesia, Kamis (30/10/2025).
Belajar di Tengah Pengabdian
Perjalanan Sugiana menyelesaikan kuliah S1 bukanlah hal mudah. Di sela kesibukannya sebagai perangkat desa, ia tetap menyisihkan waktu untuk belajar, bahkan hingga larut malam setelah urusan pemerintahan dan keluarga selesai.
“Banyak orang berpikir sulit kuliah sambil bekerja, tapi bagi saya kuncinya adalah niat dan manajemen waktu,” ujarnya dengan senyum tenang.
Motivasi utamanya sederhana: agar ilmu yang diperoleh bisa digunakan untuk membantu masyarakat desa memahami hak dan kewajibannya, terutama dalam persoalan hukum yang sering dianggap rumit.
Pemimpin, Petani, dan Ayah Tangguh
Selain mengabdi sebagai kepala dusun, Sugiana juga dikenal sebagai petani dan pengusaha kayu melalui usaha UD. Wahyu Jati Jaya. Filosofinya tegas: bekerja dengan tangan sendiri adalah kehormatan.
Namun di balik kesibukan itu, Sugiana menyimpan kisah penuh perjuangan sebagai ayah tunggal bagi dua anaknya, M. Ramadhan Wahyu Hidayatullah dan Anissa Pratiwi. Ia membesarkan keduanya dengan disiplin, kasih sayang, dan teladan.
“Anak-anak harus melihat ayahnya berjuang. Dengan begitu mereka tahu bahwa tidak ada mimpi yang mustahil selama kita mau berusaha dan berdoa,” ucapnya haru.
Kini, kedua anaknya tumbuh menjadi pribadi mandiri dan berkarakter kuat, cerminan dari didikan seorang ayah yang tak kenal lelah.
Ilmu untuk Pengabdian Desa
Bagi Sugiana, gelar sarjana bukan sekadar simbol akademik, melainkan bekal untuk mengabdi lebih baik kepada masyarakat. Ia menerapkan ilmunya dalam penyelesaian konflik sosial, konsultasi hukum warga, hingga peningkatan transparansi administrasi desa.
Sebagai kepala dusun, ia ingin membuktikan bahwa perangkat desa bukan hanya pelaksana kebijakan, tetapi juga agen perubahan sosial yang mampu mengedukasi warganya dengan pendekatan hukum yang adil dan membumi.
“Ilmu hukum bisa membantu kami memahami keadilan secara lebih luas, bukan hanya di atas kertas, tapi dalam praktik kehidupan masyarakat sehari-hari,” ujarnya.
Perjalanan hidup Sugiana menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama generasi muda yang kerap merasa mudah menyerah. Dari seorang petani sederhana, menjadi pemimpin dusun, pengusaha lokal, hingga akhirnya sarjana hukum, semuanya dicapai dengan kerja keras, ketekunan, dan doa.
“Pendidikan adalah investasi seumur hidup. Tidak peduli usia, asalkan ada niat, waktu belajar selalu terbuka. Saya hanya ingin memberi contoh bagi anak-anak dan masyarakat bahwa tidak ada kata terlambat untuk menuntut ilmu,” ucapnya.
Dari Sawah, Kantor Desa, hingga Ruang Kuliah
Perjalanan Sugiana bukan sekadar kisah pribadi, tetapi potret nyata semangat masyarakat desa dalam menjemput perubahan.
Dari sawah hingga kantor desa, dari lembar administrasi hingga ruang kuliah, ia terus menyalakan api semangat belajar dan pengabdian.
Kisahnya membuktikan bahwa pendidikan bukan hanya hak kaum muda, melainkan kewajiban setiap insan yang ingin terus tumbuh dan memberi manfaat. (*)
| Pewarta | : Rohmadi |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |