TIMES JOMBANG, JOMBANG – Belakangan ini, saya merasa miris melihat bagaimana pesantren sering menjadi bahan hujatan di media sosial. Banyak orang yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang pesantren, tapi dengan mudah melontarkan kritik, bahkan hinaan.
Sebagai seorang santri, tentu hal ini menyakitkan. Namun yang lebih menyedihkan lagi, tidak banyak dari kalangan pesantren yang mampu membela diri di ruang publik.
Salah satu penyebabnya, menurut saya, adalah karena masih sedikit santri yang tertarik terjun ke dunia media dan jurnalistik.
Profesi jurnalis sering dianggap negatif. Dicap sebagai pekerjaan yang suka mencari masalah, memeras orang, atau membuat provokasi. Padahal, tidak semua seperti itu.
Coba bayangkan, jika dunia media hanya diisi oleh orang-orang yang tidak punya niat baik, apa yang akan terjadi pada negeri ini? Tentu berita-berita yang muncul akan penuh dengan provokasi, sensasi, dan kebohongan. Yang penting viral, yang penting rating tinggi, tanpa peduli apakah isi beritanya benar atau menyesatkan.
Lalu, bagaimana cara kita melawan semua itu? Menurut saya, bukan dengan marah-marah atau membalas dari luar. Justru kita harus berani masuk ke dalam sistemnya. Kita perlu hadir di dalam dunia media, menjadi bagian dari mereka yang mengabarkan kebenaran dengan niat baik.
Sebagai santri, kita punya tanggung jawab moral untuk menjaga marwah pesantren dan kiai. Dan itu hanya bisa dilakukan jika kita melek literasi, berani menulis, berani bicara, dan mau terjun di dunia jurnalistik. Melalui pena dan narasi, kita bisa membela kebenaran dengan cara yang elegan dan beradab.
Dengan begitu, pesantren tidak hanya dikenal sebagai tempat belajar agama, tapi juga sebagai pusat lahirnya pemikir, penulis, dan jurnalis yang menjaga nilai-nilai kejujuran dan kebenaran di tengah arus informasi yang semakin liar.
Mari bersama-sama mencegah kemunkaran bukan hanya dengan ucapan, tapi dengan karya dan peran nyata. Karena terkadang, cara terbaik melawan keburukan adalah masuk ke dalamnya dan memperbaikinya dari dalam.
***
*) Oleh : Rohmadi, M.Pd., Jurnalis dan Santri Syarifatul Ulum Katerban Ngawi.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |