TIMES JOMBANG, JAKARTA – CEO yang mengawasi Komisi Kerajaan Arab Saudi untuk situs bersejarah al-Ula, Amr bin Saleh Abdulrahman al-Madani ditangkap. Hal ini terkait tuduhan korupsi dan pencucian uang sehubungan dengan kontrak senilai sekitar $55 juta atau setara 237 milyar.
Otoritas Pengawasan dan Anti-Korupsi Kerajaan Saudi mengeluarkan pernyataan pada Minggu malam yang merinci serangkaian tuduhan terhadap al-Madani. Dilansir dari AP tuduhan tersebut mencakup kontrak ilegal yang diduga dilakukan oleh al-Madani untuk keuntungan perusahaan swasta.
Perusahaan swasta tersebut merupakan perusahaan pribadi miliknya yang ia miliki melalui seorang kerabat sebelum memasuki dunia pemerintahan. Kontrak-kontrak tersebut dikaitkan dengan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Energi Terbarukan Kota Raja Abdullah.
Diketahui, proyek tersebut merupakan sebuah inisiatif penting dalam upaya Arab Saudi untuk mengembangkan sumber energi alternatif. Menariknya, pernyataan otoritas tersebut juga menyoroti bahwa al-Madani merekomendasikan perusahaan swasta yang sama untuk mendapatkan kontrak tambahan melalui perannya dalam Komisi al-Ula.
Al-Ula, terletak di bagian barat laut Arab Saudi menjadi destinasi pariwisata yang menarik dan kaya sejarah. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di kota tersebut menjadi bagian integral dari inisiatif pemerintah untuk mengembangkan sumber energi alternatif dan diversifikasi ekonomi.
Dengan menggabungkan sumber daya nuklir dan energi terbarukan, proyek ini tidak hanya berpotensi menyediakan sumber daya energi bersih dan berkelanjutan untuk kebutuhan negara, tetapi juga menjadi langkah penting dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Pernyataan resmi tidak memberikan informasi apakah al-Madani telah memiliki pengacara atau belum. Kondisi hukumnya dan tanggapan resmi atas tuduhan tersebut saat ini masih menjadi misteri.
Kejadian ini memicu perhatian, mengingat sejarah Arab Saudi di bawah Raja Salman dan Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman dalam menangani dugaan korupsi. Diketahui Arab Saudi tengah gencar-gencarnya memerangi korupsi di negaranya.
Pada tahun 2017, pemerintah Arab Saudi melancarkan kampanye luas penangkapan selebaran terhadap para pangeran dan tokoh bisnis terkemuka di hotel mewah Ritz-Carlton di Riyadh. Kampanye ini berhasil mengumpulkan sekitar $106,6 miliar dan membantu mengukuhkan basis kekuasaan Pangeran Mohammed.
Penangkapan al-Madani menciptakan ketegangan lebih lanjut di tengah langkah-langkah keras pemerintah Arab Saudi untuk membersihkan korupsi. Sementara pemerintah mempromosikan transparansi dan akuntabilitas, kasus ini menyoroti tantangan yang terus dihadapi dalam mengatasi praktik korupsi di tingkat tinggi.
Kendati demikian, peristiwa ini juga memberikan sinyal bahwa pemerintah Arab Saudi terus berkomitmen untuk membersihkan korupsi. Hal tersebut baik di sektor publik dan swasta demi memperkuat fondasi ekonomi dan pemerintahannya.
Di tengah upaya mereka untuk merestrukturisasi dan diversifikasi ekonomi, tindakan tegas seperti ini diharapkan dapat membangun kepercayaan masyarakat dan investor.
Keterlibatan al-Madani dalam dugaan korupsi dan pencucian uang yang terkait dengan proyek ini memunculkan pertanyaan serius. Utamanya terkait transparansi dan integritas dalam pelaksanaan proyek-proyek besar seperti pembangkit tenaga nuklir.
Hal ini menyoroti perlunya ketelitian dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek-proyek strategis yang dapat memengaruhi sektor energi dan ekonomi secara keseluruhan di Arab Saudi. Dengan demikian, sementara Al-Ula mempertahankan pesona sejarahnya, proyek pembangkit tenaga nuklir membawa tantangan dan pertanyaan baru terkait etika bisnis dan pengelolaan sumber daya kritis. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: CEO Al-Ula Arab Saudi Ditangkap Terlibat Dugaan Korupsi dan Pencucian Uang
Pewarta | : Khodijah Siti |
Editor | : Khodijah Siti |