TIMES JOMBANG, JOMBANG – Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, ketika manusia berlomba mengejar kemewahan dan kenyamanan, ada seorang lelaki yang memilih jalan sunyi. Namanya Sudarmaji, usia 60 tahunan, seorang pria asal Boyolali, Jawa Tengah, yang telah lebih dari satu dekade hidup seorang diri di Gua Anggas Wesi, kawasan hutan jati di Dusun Sidolegi, Desa Sumberjo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang.
Terletak di kaki Gunung Anjasmoro, gua yang ia huni bukan sekadar tempat berteduh, melainkan ruang hening tempat ia menemukan makna hidup. “Di sini saya tenang,” ucapnya lirih saat ditemui, dengan senyum yang sulit ditebak, antara kesepian dan ketenangan.
Gua Anggas Wesi yang terletak di lereng gunung Anjasmoro, Wonosalam, Jombang. (FOTO: Rohmadi/TIMES Indonesia)
Untuk mencapai Gua Anggas Wesi, perjalanan panjang menanti. Dari Alun-alun Jombang, butuh hampir satu setengah jam menuju Desa Sumberjo. Dari sana, jalan setapak menanjak dan licin mesti ditempuh dengan sepeda motor sekitar 30 menit, sebelum dilanjutkan berjalan kaki sejauh 50 meter menembus lebatnya hutan jati.
Di kanan kiri, hanya suara serangga dan desir angin yang menemani. Namun, semua rasa lelah seakan hilang begitu sampai di mulut gua, tempat sederhana yang seolah menyatu dengan alam.
Di sana tergantung baju lusuh, ember penampung air hujan, dan kasur tipis yang menjadi tempat istirahat Sudarmaji. Di dalam gua, suasana remang diterangi lampu minyak yang menggantung di dinding batu. Kalender dan jam dinding menempel seadanya, sementara aroma dupa yang samar menambah kesan mistis.
Setiap hari, Sudarmaji menjalani rutinitasnya dengan tenang. Ia mandi di sungai kecil di bawah gua, memasak dengan tungku kayu, dan sesekali menyalakan radio tua untuk mendengar kabar dunia luar.
Makanan sering ia peroleh dari pengunjung yang datang untuk bertapa atau sekadar mencari ketenangan batin. Kadang, ia mendapat uang secukupnya dari mereka, yang kemudian digunakan untuk membeli kebutuhan dasar saat sesekali turun ke desa menggunakan motor bebek tuanya.
“Pengunjung sering ke sini, ada yang semalam, ada yang beberapa hari. Kadang kasih uang atau makanan,” katanya pelan.
Meski hidup di tengah kesunyian, Sudarmaji tidak sepenuhnya terputus dari dunia luar. Sekali dalam seminggu, ia pergi ke Trowulan, Mojokerto, untuk menemui seorang teman yang ia anggap seperti keluarga. Ia juga diketahui belum menikah dan hidup tanpa anak.

Menurut Abdul Sholeh Sobirin, Kepala Dusun Sidolegi, warga dan pihak Perhutani sebenarnya telah berulang kali mengajak Sudarmaji pindah ke tempat yang lebih layak. Namun, upaya itu selalu berujung penolakan.
“Kita sudah menawarkan tempat tinggal di luar kawasan hutan agar lebih aman, tapi beliau tidak mau. Katanya sudah nyaman di sana,” ujar Sobirin, Selasa (11/11/2025).
Pria yang akrab disapa Sobirin menambahkan, warga tidak mempermasalahkan keberadaan Sudarmaji. Hanya saja, sebagian pengunjung gua kadang merasa terganggu oleh bau menyengat dari sekitar tempat tinggalnya.
“Kalau warga sini tidak keberatan. Yang kadang kurang nyaman itu justru pengunjung,” tambahnya.
Jejak Sejarah dan Mitos Gua Anggas Wesi
Gua Anggas Wesi menyimpan kisah panjang. Warga percaya gua ini sudah digunakan sejak masa Kerajaan Majapahit sebagai tempat pertapaan. Di ruang dalam gua, terdapat arca batu dan peralatan ritual yang disebut-sebut peninggalan masa silam.
Konon, ada lorong gaib yang menghubungkan gua ini dengan gua lain di lereng Gunung Anjasmoro, meski belum ada bukti arkeologis yang kuat.
Secara administratif, gua ini berada di petak 37F, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sumberjo, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jabung, KPH Jombang, dengan luas sekitar 0,1 hektare. Kawasan ini tergolong hutan penggunaan khusus (KPKh). (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kisah Sudarmaji, Sang Penjaga Sunyi Gua Anggas Wesi dari Lereng Gunung Anjasmoro
| Pewarta | : Rohmadi |
| Editor | : Deasy Mayasari |