TIMES JOMBANG, JAKARTA – Prof. Dr. apt. Herman Suryadi, M.Si, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (UI), berhasil mengembangkan lignoselulosa dari limbah kakao sebagai bahan baku eksipien farmasi. Temuan ini berpotensi mengurangi ketergantungan impor bahan farmasi sekaligus memanfaatkan sumber daya lokal yang melimpah.
Eksipien adalah bahan tambahan dalam pembuatan obat yang berperan penting dalam efektivitas dan stabilitas produk farmasi. Salah satu jenis eksipien kritis adalah selulosa mikrokristalin (MCC), yang selama ini masih diimpor meski Indonesia memiliki bahan baku lokal berlimpah.
"Kemandirian nasional dalam penyediaan bahan baku obat sangat penting khususnya eksipien, ini bisa melalui pemanfaatan biomassa lokal," tegas Herman Suryadi dalam paparannya di Depok, Kamis (9/5/2025).
Limbah Kakao Solusi Alternatif Pengganti Impor
Indonesia sebagai produsen kakao terbesar dunia memiliki 140.000 ton limbah kulit kakao per tahun yang belum dimanfaatkan optimal. Padahal, limbah ini mengandung selulosa tinggi dan bisa diolah menjadi MCC berkualitas.
Herman Suryadi menambahkan, dari kulit kakao saja, Indoensia bisa hasilkan 6.000 ton MCC, melebihi kebutuhan impor nasional saat ini yang kurang dari 5.000 ton.
Sementara, keunggulan MCC dari Kakao adalah:
1. Setara dengan produk komersial (Avicel PH101)
2. Ramah lingkungan dengan metode ekstraksi enzimatis
3. Potensi bahan baku melimpah dari limbah pertanian lain
Metode Ekstraksi Ramah Lingkungan
Penelitian ini menguji berbagai metode pretreatment lignoselulosa, termasuk secara fisik berupa penggilingan, pemanasan; Kimia dengan uji asam/basa; serta secara biologis dengan uji enzim.
Herman menekankan bahwa pendekatan biologis/enzimatis lebih unggul karena:
-
Minim limbah berbahaya
-
Hasil lebih optimal
-
Berkesinambungan secara ekologis
Sinergi Lintas Sektor untuk Kemandirian Farmasi
Untuk mewujudkan kemandirian farmasi, Herman mendorong kolaborasi antara:
1. Pemerintah lewat kebijakan dan pendanaan
2. Industri farmasi dengan pengembangan produksi
3. Lembaga riset lewat inovasi teknologi
Ia juga mengusulkan dibentukya dana abadi riset untuk pengembangan bahan baku lokal dan penguatan riset di tingkat sarjana sebagai fondasi jangka panjang
Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, temuan ini membuka peluang Indonesia menjadi eksportir bahan baku farmasi. "Masih banyak potensi biomassa lignoselulosa lain dari limbah pertanian dan perkebunan yang belum tergarap. Artinya, Indonesia sejatinya memiliki peluang besar untuk mandiri bahkan menjadi eksportir bahan baku farmasi," tandas Herman. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Inovasi Farmasi UI: Limbah Kakao Jadi Bahan Baku Obat untuk Kurangi Impor
Pewarta | : Antara |
Editor | : Faizal R Arief |