TIMES JOMBANG, JAKARTA – Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) menggelar acara Panggung Mahasiswa Bersama Rakyat: SUARA (Suara Rakyat Anti Anarkisme) di Taman Proklamator, Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Kegiatan ini menjadi refleksi atas peristiwa kerusuhan Agustus 2025 yang dinilai mencederai demokrasi sekaligus meninggalkan luka mendalam bagi bangsa.
Dalam acara tersebut, mahasiswa menegaskan komitmen untuk menolak segala bentuk anarkisme, merawat demokrasi, dan memperkuat persatuan nasional.
Berbeda dengan demonstrasi yang kerap identik dengan aksi jalanan, kegiatan ini dikemas melalui drama, talk show, festival musik, dan puisi. Kehadiran tokoh mahasiswa serta influencer diharapkan mampu memperluas pesan damai ke publik.
Ketua Panitia Panggung Mahasiswa Bersama Rakyat: SUARA, Charles Gilbert, menegaskan pentingnya refleksi pasca-kerusuhan Agustus 2025.
“Kerusuhan Agustus 2025 menjadi catatan kelam demokrasi sekaligus luka sosial bagi bangsa. Gerakan mahasiswa yang seharusnya moral force justru ternodai provokasi hingga berujung anarkisme, merugikan masyarakat dan merusak kepercayaan publik,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa anarkisme adalah ancaman serius bagi demokrasi dan stabilitas bangsa. Karena itu, mahasiswa harus menjaga idealisme, mengedepankan etika intelektual, dan menolak kekerasan.
“Acara ini menegaskan sikap bersama: menolak anarkisme, merawat demokrasi, dan memperkuat persatuan. Panggung ini bukan sekadar seni dan diskusi, melainkan panggung sejarah persatuan mahasiswa dan rakyat,” tegas Charles.
Acara dimulai dengan drama teatrikal berjudul “Langkah Damai untuk Indonesia”, yang menggambarkan perjalanan mahasiswa dalam menghadapi godaan provokasi dan bahaya anarkisme.
Drama ini memvisualisasikan bagaimana narasi kebencian dapat memicu kerusuhan, sekaligus menegaskan bahwa jalan damai selalu lebih mulia.
Tujuan drama ini adalah menyentuh emosi peserta dan membuka kesadaran bahwa setiap tindakan anarkis hanya akan melukai bangsa sendiri.
Setelah itu, digelar talkshow bertema “Refleksi Agustus 2025: Menjaga Aspirasi Damai dan Persatuan Bangsa” dengan menghadirkan empat narasumber utama. Ada Silvia Tjan (Penggiat Media Sosial), Kevin Geraldi Nguyen (Penggiat Media Sosial), Ahmad Samsul Munir (Presidium Nasional Halaqoh BEM Pesantren), dan Achmad Baha’ur Rifqi (Presidium Nasional BEM PTNU).
Suasana semakin syahdu dengan pembacaan puisi “Indonesia Damai”, yang menghadirkan pesan persatuan dari Sabang sampai Merauke.
Lalu, drama “Langkah Damai untuk Indonesia” kembali dipentaskan dalam versi singkat, untuk meneguhkan kembali pesan damai sebelum menuju acara hiburan kebangsaan.
Acara kemudian dimeriahkan dengan festival musik kebangsaan, di mana lagu-lagu perjuangan dan kebersamaan dibawakan guna mengobarkan semangat persatuan.
Musik dijadikan medium yang menyatukan mahasiswa dan masyarakat dalam satu rasa kebangsaan.
Sebagai puncak acara, mahasiswa bersama masyarakat membacakan Deklarasi Mahasiswa Indonesia.
Deklarasi ini berisi komitmen kolektif untuk menolak anarkisme, mengutamakan dialog, membangun literasi digital, serta menjaga persatuan bangsa.
Momentum ini menandai tekad generasi muda untuk menjadikan tragedi 25 Agustus sebagai pelajaran, sekaligus pijakan menuju masa depan yang damai.
Dalam talkshow “Refleksi Agustus 2025: Menjaga Aspirasi Damai dan Persatuan Bangsa”, para narasumber memberikan pandangan kritis mengenai peran mahasiswa, media sosial, dan solidaritas pasca-kerusuhan.
Silvia Tjan menekankan literasi digital dan tanggung jawab kreator konten. Ia mencontohkan kasus video Sri Mulyani yang viral dan menimbulkan salah persepsi publik.
Menurutnya, mahasiswa harus membiasakan verifikasi sebelum menyebarkan informasi.
“Headline berita harus selalu di-crosscheck. Kasus video Bu Sri jadi pelajaran bahwa potongan informasi bisa menyesatkan. Mahasiswa perlu tabayyun agar tidak mudah terprovokasi hoaks," ujarnya.
Sementara itu, Kevin Geraldi Nguyen melihat kerusuhan 25 Agustus lahir dari lemahnya literasi politik, infiltrasi kepentingan, dan kurangnya kontrol massa.
Ia membagikan pengalaman di lapangan, mulai dari anak STM yang menyiapkan molotov, keberadaan ibu-ibu berkerudung pink, hingga isu orang hilang. Kevin juga menegaskan perlunya konsekuensi hukum bagi influencer penyebar hoaks.
“Kerusuhan 25 Agustus terjadi karena lemahnya literasi politik, infiltrasi kepentingan, dan minimnya kontrol massa. Dari anak STM yang siapkan molotov, ibu-ibu berkerudung pink, hingga influencer penyebar hoaks—semuanya menunjukkan betapa bahayanya provokasi digital," ucapnya.
Sedangkan Ahmad Samsul Munir menegaskan organisasi mahasiswa, khususnya BEM, harus jadi penyalur aspirasi tanpa kekerasan.
Ia menekankan pentingnya memilah berita hoaks, menyiapkan tuntutan berbasis data, serta menghindari sikap ikut-ikutan yang justru memicu anarkisme.
“BEM harus kritis berbasis data dan jadi penyalur aspirasi tanpa kekerasan. Kami menolak terjebak dalam hoaks maupun fomo anarkis, karena perjuangan mahasiswa harus menjaga persatuan," katanya.
Achmad Baha’ur Rifqi menyoroti pentingnya solidaritas lintas kampus dan penyampaian tuntutan yang damai. Menurutnya, aksi 25 Agustus harus menjadi pelajaran bersama agar mahasiswa tidak terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek.
“Aksi 25 Agustus harus jadi pelajaran kolektif. Gerakan mahasiswa tidak boleh dimanfaatkan politik sempit, dan tuntutan harus disampaikan terstruktur serta damai melalui forum lintas kampus," tegas Achmad.
Puncak acara ditandai dengan pembacaan Deklarasi Mahasiswa Indonesia Damai yang memuat lima poin utama.
Isinya menegaskan sikap mahasiswa untuk: menolak segala bentuk kekerasan dan provokasi, mengajak masyarakat menjaga Indonesia tetap damai dan aman, meneguhkan persatuan bangsa, berkomitmen menjadi mitra kritis serta konstruktif bagi pemerintah.
Deklarasi itu menegaskan bahwa mahasiswa akan selalu hadir di garda depan sebagai agen perubahan, pembawa aspirasi damai, sekaligus penjaga persatuan bangsa.
Dari Taman Proklamator, suara mahasiswa menggema ke seluruh negeri: “Mahasiswa Bersatu, Menolak Anarkisme, Merawat Persatuan Bangsa.”(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Aliansi Mahasiswa Indonesia Tegaskan Komitmen Tolak Anarkisme
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |